Kehamilan Ketiga

Normalnya, perlu waktu 3 tahun sebelum hamil berikutnya karena melahirkan secara caesar.

Saya hamil anak ketiga 3 bulan setelah melahirkan anak kedua. Jadi selisih umur anak kedua dan ketiga itu kurang 12 hari setahun.

Anak kedua lahir di tanggal sale Shopee, 12.12 sedangkan anak ketiga lahir di hari orang gajian, 30.11

Awalnya ada niatan untuk KB, saat ditawari di puskesmas, dokternya minta test-pack dulu. Eh, kok hasilnya positif ya. Walau garis duanya kabur. Disarankan untuk periksa ke rumah sakit. Saya kunjungi bidan dan bidannya cuma meraba-raba perut dan bilang ini benar hamil. Hebat ya ilmu Ibu ini.

Nama bidannya Ibu Sundari, awalnya praktek rumahan sampai akhirnya punya rumah sakit bernama Sundari. Konon kabarnya  banyak yang selamat lahir di tangan ibu ini.

Kucermati metode ibu ini, kalau sudah terasa tidak beres, segera caesar. Tak perlu dipaksakan normal. Yang penting ibu dan anak selamat.

Bulan demi bulan berlalu sampai ada teman yang bilang, ” Kalau saya jadi kamu, saya gugurkan anak ini. Lha wong baru punya bayi umur 3 bulan, hamil lagi. Anak keduamu itu sehat 3 hari, sakit 2 minggu.”

“Emang apa salahnya anak ini? Kalau memang jodoh denganku, anak ini pasti bertahan hidup sampai lahir,”jawabku.

Saya pernah mengalami 2 kali keguguran, tak masuk di akalku kalau janin sehat digugurkan.

Sampai usia kehamilan menginjak 7 bulan, semua masih aman terkendali. Sekedar informasi, posisi kepala anak kedua normal, di jalan lahir sedangkan posisi kepala anak ketiga itu sungsang, kaki di jalan lahir. Jadi ya aman, tak ada resiko luka caesar bisa robek.

Di usia kehamilan yang tinggal 4 minggu, ketubannya bocor halus, ” Bayinya baru 1.9kg, Bu. Belum cukup berat untuk dilahirkan. Ini saya resepkan obat 30 hari, 1 hari 1 butir ya Bu.” Berat bayi yang cukup saat lahir itu minimal 2.5kg

Di butir ke-30 obatnya saya minum, tengah malam itu juga ketuban bocor kasar. Sampai di jam 2 dini hari, anak kedua ku nangis-nangis histeris, maunya digendong terus. Kakinya asik menendang perutku. Pagi harinya hujan deras. Setelah mengantar anak pertama ke TK, saat itu masih ujian semester, saya telepon temanku bilang ini kok asik basah terus.

Temanku blg, cepat ke rumah sakit, itu ketuban pecah, namanya. Ya ampun. Gelas pun ntah kenapa tiba-tiba jatuh dan pecah. Kubersihkan pecahan gelas dan bersiap ke rumah sakit walau hujan deras. Suamiku mampir ke bank ambil uang dulu. Manatau mau melahirkan.

Sambil menunggu, anak kedua masih kugendong, payung yang kupakai sampai bengkok.

Sampai di rumah sakit, bidan langsung USG dan bilang berat bayi cukup, tidak sampai 30 menit, saya didorong ke kamar operasi. Tak ada penjelasan apa pun.

Terus kutanya, ” Anak cewekku itu bagaimana,Ka?”

” Tak apa-apa, Bu. Ada di kamar bayi.”

“Saya belum bawa baju bayi dan baju ganti.”

” Tak apa-apa, Ka. Itu bisa menyusul nanti. Saya sudah telepon dokter, operasi segera kita mulai. Yok, dorong ke ruangan,” katanya pada dua perawat lain.

Apa-apaan ini?

Tanganku kali ini diikat dengan tali tambang. Yang kudengar, ” Naik ke atas, dorong kepala bayi.. Dorong terus.. Ya, uda dapat, tarik keluar. Bawa langsung ke Bapaknya,”

Sedang apa mereka?

Tak lama terdengar suara pompa, agaknya ini sedang memompa air ketuban. Tidak lama, ” Operasi selesai ya, Bu.”

” Anaknya mana, Dok?”

“Di depan, uda saya kasih liat ke Bapaknya. Anak laki-laki ya, Bu.”

Gimana si dokter ini.

Rupanya dokter menunjukkan anak ketiga ke suami supaya suami tandatangan pernyataan steril. Suami menolak dan bayi dibawa ke ruang bayi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *