Belajar Duduk

Hari ketiga di rumah sakit. Sudah mulai terbiasa dengan rutinitas yang ada. Kadang bayi dibawakan oleh perawat. Betah juga memandangi makhluk kecil ini. Apalagi bayi yang baru lahir, kerjaan mereka kan tidur terus. Jarang buka mata.

Eh, tak disangka, bayinya pipis. Kupanggil perawat dan kuserahkan bayinya. Datang juga perawat dan dokter yang memantau perkembangan rawat inap. ” Belajar duduk ya, Bu.”

” Yuk, saya bantu posisi duduk ya, Bu.” Waduh, lebih nyeri dari miring kiri miring kanan. Setelah duduk, rasanya bisa berlama-lama main blackberry. Zaman 2011 itu blackberry menjamur. Kita bisa connect ke teman-teman dengan modal minta pin BB mereka dan kita add.

Kita juga bisa searching artikel atau lihat-lihat film dengan layar yang terbilang kecil la. Lumayan buat mengusir kebosanan selama berada di rumah sakit. Kadang juga ngobrol dengan sesama ibu yang baru melahirkan.

O ya, baru teringat kalau saya cuma punya 3-4 baju bayi berikut popok dan bedong. Ember mandi bayi uda ada. Waktu usia kehamilan sudah 7 bulan, mama sudah mengingatkan untuk segera belanja baju bayi dan saya slow-respon.

” Nanti setelah bayinya lahir, baru beli juga masih sempat, Ma. Yang jual baju bayi banyak kok.”

Saya jawab gitu karena trauma. Saya pernah keguguran di saat usia kehamilan menginjak 4.5 bulan dan bayi yang meninggal dalam kandungan itu dikeluarkan seperti melahirkan normal. Dari jam 6 sore, dokter sudah memulai proses melahirkan, dipasangi balon dan selang dengan harapan pintu lahirnya terbuka.

“Mudah-mudahan 6 jam setelah balonnya lepas, bayinya lahir,” kata dokter. Yang kutangkap itu setelah 6 jam pasang balon, bayinya lahir. Jam 12 malam, saya bertanya-tanya napa belum ada tanda-tanda.

Sepanjang malam memang tidak tidur, menjelang jam 5 pagi, perut terasa mulas seperti mau buang air besar. Saya panggil perawat dan bilang saya mau ke kamar mandi. Saya tunggu-tunggu perawatnya, ntah kemana perawatnya.

Bidan muncul di jam 6 pagi dan saya bilang saya mau ke kamar mandi. O ya, balon lepas di jam 4 pagi lewat. Bidannya melakukan pemeriksaan sebelum akhirnya pergi lagi. ” Mau ambil alat, jadi tunggu bentar ya Bu.”

Perutku rasanya sudah tak keruan, keringat dingin mulai menitik, saya benar-benar mesti segera ke kamar mandi. Tapi bidan ini kok menghilang ya?

” Bu, kalau terasa mau buang air besar, tak apa-apa, keluarkan aja.”

Apa maksudnya?

” Tak apa-apa, Bu. Nanti bisa kita bereskan,”sambungnya

Dalam pikiranku, ya sudahlah. Saya bisa ke kamar mandi, bidan ini malah tak mengizinkan. Mereka memilih membersihkan. Terserah mereka lah.

Dalam satu tarikan nafas, yang kukira mengeluarkan kotoran itu pun selesai. Bidannya berkata, ” Bayi yang sudah meninggal sudah keluar ya Bu. Sekarang saya bersihkan ari-ari dan ketubannya. Tahan sebentar, Bu.”

Lha kok….sudah keluar rupanya. ” 300 gram, bayi laki-laki. Sudah kami rapikan, kalau mau dimakamkan, kabari, Bu.”

Jam 7 sekian, mereka selesai dan meninggalkan saya di ruangan. Tak lama datang sarapan dan saya makan.

Jam 9 dokter datang dan bilang jam 12 siang kalau stabil, sudah boleh pulang.

Saya sempat menikmati cemilan pagi, bubur kacang hijau. Rumah sakit ini beda dengan Rumah Sakit Sundari dimana saya caesar anak pertama. Ini Ruman Sakit Restu Ibu, cemilan dan makanan mereka enak dan bumbunya terasa.

Soal makanan, RS Restu Ibu lebih sesuai seleraku. Makanan RS Sundari cenderung ke arah rebus-rebusan dan agak tawar.

Jam 12, saya boleh pulang. Sekedar info, saya bisa duduk dan jalan sendiri tanpa perlu belajar. Inilah mengapa sebagian besar orang bersikeras melahirkan normal, karena setelah melahirkan, bisa langsung duduk dan jalan.

Back to story…

Saya duduk lumayan lama, sebelum akhirnya memutuskan untuk tidur siang sebentar. Pelan-pelan turun ke posisi tidur. Lumayan juga. Trus saat makan malam, pelan-pelan ke posisi duduk. Lumayan gampang, dibanding miring kiri miring kanan. Nyeri sih sudah jauh berkurang la.

Besok sudah waktunya pulang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *